Masih ingatkah di antara kamu, bahwa Indonesia di akhir Februari 2021 lalu telah dinobatkan sebagai negara Asia Tenggara yang paling tidak sopan dalam bermedia sosial? Nah lho… kok, bisa?
Survei ini diterbitkan oleh Microsoft dalam laporannya yang berjudul “Digital Civility Index (DCI) 2020” di mana menempatkan Indonesia di urutan ke 29 dari 32 negara yang disurvei untuk tingkat kesopanan, sekaligus menempatkannya terendah di Asia Tenggara. ☹
Mungkin di antara kamu, masih belum percaya hasil survei itu. Kontradiksi dengan hasil survei yang lain, seperti Charities Aid Fondation (CAF) 2018, di mana Indonesia menempati negara paling murah hati di antara 146 negara. Bagaimana bisa, negara kita yang dikenal dengan masyarakatnya yang ramah ini justru dicap paling ‘bringas’ di media sosial?
Terlepas polemik atas hasil survei tersebut, baiknya semua ini dijadikan renungan. Apalagi dengan masih meningkatnya kasus Covid-19 varian Omicron dari awal tahun ini, yuk lewat artikel ini dijadikan pengingat untuk kita supaya lebih menjaga tali silaturahmi dengan menjaga tutur bicara/bahasa, di mana pun, termasuk di media sosial.
Walaupun beli paket data bisa mendapatkan banyak promo menarik dari Otto, kamu jangan malah menggunakan paket data tersebut dengan postingan-postingan yang ‘unfaedah’. Mulai saat ini, hematlah waktumu untuk hindari postingan yang justru merusak pertemanan kamu, merusak reputasimu, hingga merusak masa depanmu.
Ingat, dunia media sosial di negara ini juga ada koridor hukumnya. Ada Undang-Undang Informatika & Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dengan mudah melawan postingan yang dinilai merusak reputasi orang. Tidak lucu kan, karirmu rusak hanya karena kamu berurusan dengan hukum gara-gara postingan iseng dari jarimu yang ‘gatal’?
Jadi, dengan momentum masih di rumah aja kali ini, ayo saatnya mulai dari diri sendiri untuk selalu positif dalam posting konten media sosial. Seperti apa sih menjaga tutur kata dan beretika di media sosial? Berikut ini OTTO sadurkan dari berbagai sumber, 5 etika dalam bermedia sosial. Apa saja, cek yuk!
Pakai bahasa yang sopan, baik & benar
Di dunia komunikasi online ada istilah ‘netiquette’ atau kependekan dari ‘network etiquette’ atau ‘internet etiquette’. Etika berinternet yang awalnya lahir di zaman mailing list dulu, masih relevan dipakai sebagai landasan beretika di media sosial.
Dari ‘netiquette’ ini lahir istilah-istilah untuk mengedepankan kesopanan dan saling menghargai, seperti IMHO yaitu singkatan in my humble opinion, CMIIW; correct me if I’m wrong, AFAIK’ as far as I know, dan lain-lain.
Tapi bukan mengedepan istilah-istilah khusus seperti di atas, penggunaan bahasa yang sopan itu tetap wajib digunakan. Ingat, berbicara di dunia online itu meninggalkan jejak digital yang jauh sulit dihapus dengan perbincangan verbal seperti biasa.
Mungkin ingin terlihat keren di mata pribadi, penggunaan bahasa yang kasar justru akan jadi banyak multi-tafsir bagi siapa pun yang terpapar. Bukan hanya tafsir negatif pada diri kamu yang posting, tapi bisa mendatangkan reaksi salah paham dari orang lain yang bisa mendatangkan perdebatan, pertengkaran hingga permusuhan.
Sehingga sebelum menyesal di kemudian hari, hindarilah postingan-postingan yang berbahasa kurang baik. Teknologi sekarang memudahkan jejak digital ditangkap dengan mudah. Jadi jangan lantas postinganmu itu justru menjegalmu menjadi kasus negatif di kemudian hari.
Lebih menghargai orang lain berikut karyanya
Keseruan percakapan di dunia nyata atau percakapan verbal seperti gibah atau menggunjing adalah hal yang biasa kamu nikmati sebagai obrolan yang hits di antara teman-teman kamu. Bener, nggak? Hal ini tentunya juga mudah kamu lakukan di media sosial.
Seperti halnya saat kamu membahas dan mengomentari artis-artis di media sosial. Mungkin jari-jemarimu sangat ringan merangkai kata untuk menilai apa yang dilakukan artis atau public figure atas konten yang mereka posting di media sosial.
Kalau berisi pujian atau candaan positif hanya demi mendapat perhatian si public figure, itu bagus. Tapi lain halnya kalau itu isinya sindiran atau cacian. Ingat, mereka juga manusia seperti kamu, satu kata kasar yang mungkin kamu sampaikan, akan menjadi beban perasaan dan pikiran di mereka. Jadi, berempatilah untuk lebih menghargai, Sobat!
Menghargai lawan bicara di media sosial berlaku untuk siapa saja, bukan hanya ke teman-temanmu saja, tapi juga pihak lain yang belum kamu kenal. Apabila terjadi perdebatan, gunakan bahasa yang saling menghargai. Bila sudah saling emosi, redamkan dengan mengajak berkomunikasi di jalur pribadi atau dengan cara verbal atau offline.
Jangan mudah percaya hoax & selalu kroscek informasi
Satu hal kelemahan komunikasi media sosial adalah sangat mudah tersebarnya informasi sesat yang tidak jelas kebenarannya. Iya, di media sosial kini mudah sekali muncul kabar-kabar hoax yang ironisnya mudah dipercaya oleh sebagaian besar orang.
Bermodalkan screenshot atau tautan artikel dari blog atau website yang sumbernya tidak jelas reputasinya, banyak netizen atau orang-orang di dunia maya mudah terbakar emosinya dan melakukan serangkaian konten negatif terhadap suatu pihak.
Hati-hati, Sobat! Informasi yang kamu terima, baiknya kamu cek dulu kebenarannya. Jangan mudah percaya walaupun konten yang kamu terima seakan-akan benar, entah bentuknya screenshot atau cuplikan video. Kroscek dulu dengan semudah kamu googling saja dengan ditambahkan keyword “hoax”.
Bila benar hoax, segera abaikan. Bila hoax itu sudah menyebar parah dan kamu menyadarinya, segera bantu untuk mengajak teman-temanmu juga saudaramu untuk tidak menyebarkan hoax tersebut. Dengan begini, kamu membantu menghindari keributan akibat hoax tersebut. Kalau dunia menjadi damai, nyaman juga buat kamu kan?
Hindari konten SARA, kekerasan, & pornografi
Janganlah kamu beranggapan bahwa mengirimkan konten di media sosial itu seakan hanya kamu saja yang bisa membaca konten kamu itu. Seluruh Indonesia bahkan dunia bisa menyimak konten kamu. Sehingga, kamu harus lebih hati-hati bila mengirimkan konten di media sosial.
Salah satunya terkait SARA atau suku, agama, & ras antar golongan, yang hingga kini masih menjadi hal yang sangat sensitif di negara kita. Jangan pakai embel-embel negara demokrasi, sehingga kamu lantas posting konten seenaknya sendiri. Ingat, SARA adalah suatu hal yang tidak bisa kamu ikut campur, hargai keyakinan masing-masing, hargai asal usul masing-masing.
Termasuk juga ketika ada kecelakaan baik yang kamu dapatkan informasinya dari grup WhatsApp atau justru kamu saksikan sendiri. Jangan lantas kamu ambil atau share foto-foto korbannya. Ingat, di balik korban ada keluarga yang berduka mendapati musibah ini dan jangan tambah duka mereka dengan postinganmu. Apakah mau itu terjadi di dirimu juga? Tidak kan? Jadi stop posting dan kirim konten kekerasan!
Begitu juga dengan konten pornografi. Sepintas sih mungkin buat kamu seru-seruan dengan teman-temanmu. Tapi ingat dampaknya. Mungkin tidak begitu terasa antara kamu dan teman-temanmu. Tapi apabila konten itu jatuh di orang-orang yang tidak tepat, akan mendatangkan masalah baru yang tentunya tidak kamu inginkan.
Kontrol konten, jangan overposting & hindari plagiat
Poin terakhir, ini khusus buat kamu yang memang kreatif dalam membuat konten di media sosial. Poin 1 hingga 4 sudah kamu jalani dengan baik, tiba saatnya kamu memang membuat konten original dari kreatifivitas kamu. Ada baiknya kamu juga mengontrol apa yang kamu posting.
Kontrol yang paling mudah tentu hindari yang Namanya ‘nyampah’ atau overposting. Mungkin ini perkara yang mudah, bagi sebagian orang, mentang-mentang di timeline sendiri, posting konten bisa sebanyak mungkin. Mungkin itu tidak menjadi soal, tapi ingat, algoritma media sosial berbicara lain.
Makin banyak kamu posting tapi yang bereaksi kontenmu justru makin sedikit, akan membuat konten apa pun yang kamu buat makin diabaikan oleh orang-orang. Tentu kamu tidak mau kan? Nah, bijak-bijaklah kamu mengatur frekuensi dan waktu untuk posting.
Lain halnya bila kamu ternyata membombardir di kolom komentar postingan orang. Nah, kalau ini justru jauh lebih terasa gangguannya, terutama bagi pemilik konten. Bila kamu terus-terusan membanjiri komentar, itu pasti akan merugikan buat kamu. Bukan hanya diblok oleh pemilik konten, tapi juga akan dengan mudah diblok oleh platform.
Sama efeknya juga bila kamu posting konten hasil dari plagiat. Iya, konten yang hanya dari hasil menjiplak hasil karya orang lain. Kalau terang-terangan melakukan reshare atau retweet itu lain soal, karena fungsinya kamu mengutip saja. Tapi kalau kamu repost dengan klaim kontennya dari kamu, itu baru perkara.
Untungnya platform media sosial seperti Facebook atau YouTube bisa mendeteksi penyalahgunaan royalti konten, sehingga siapa pun yang mencomot konten plek-ketiplek akan mudah diturunkan. Toh, bagaimanapun juga, konten hasil kreasi sendiri itu jauh lebih membanggakan lho, daripada kamu mencomot konten orang lain, Betul?
#OTTO #MediaSosial #Covid19 #Omicron #Online #Digital #Postingan #Hoax #Netizen